Berdasarkan perundingan yang dilakukan antara tentara jepang dengan Sultan syarif Qasim II, penduduk kepulauan meranti hanya dijadikan pekerja kinrohosi (kerja bakti), bukan romusha. Para penduduk ini ditempatkan di berbagai daerah pedalaman sumatera. Namun, kabar yang diterima oleh penduduk kepulauan meranti menyebutkan bahwa kinrohosi mendapat perlakuan yang sama seperti romusha, mereka diperlakukan sewenang wenang dan dianggap sebagai tawanan perang.
Kinrohosi ternyata tidak berbeda dengan
romusha, hanya beda nama belaka. Penduduk selatpanjang dan sekitarnya dijadikan
tenaga untuk kinrohosi bernasib sama dengan para romusha yang didatangkan dari
pulau jawa. Mereka dibawa ke logas, siabu, rantau berangin, pantai raja dan
beberapa daerah lain di sumatera. Banyak diantara kinrohoshi ini tidak kembali
lagi ke kampung halaman.
Para kinrohosi mendapat perlakuan diluar
batas perikemanusiaan. Mereka sering dipukuli, bahkan disiksa tanpa sebab yang
jelas. Banyak kinrihosi yang meninggal ketika dalam proses pembangunan suatu
pekerjaan. Beberapa diantara mereka ada yang berusaha melarikan diri, namun
tertangkap, disiksa dan akhirnya dibunuh.
Jelas sudah, tentara jepang akhirnya
menampak kan wajah asli mereka sebagai penjajah di negeri ini. Dalam urusan
pemerintahan di selatpanjang, sistem “tangan besi” ala militer juga berlaku. Pemukulan yang dilakukan
tentara jepang terhadap penduduk sipil adalah pemandangan sehari hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar